Oleh Ruby Kholifah,
Direktur AMAN Indonesia
Deklarasi Calon Presiden dan Wakil Presiden sudah dibuka pada 19 Mei 2014. Dua pasangan tangguh- Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sudah resmi mendaftar ke KPU dan dipastikan akan mengikuti Pemilihan Presiden bulan Juli 2014. Kali ini tentu rakyat Indonesia dihadapkan pada pilihan yang sulit karena di atas kertas kubu Prabowo-Hatta nyata didukung oleh 48,39% kursi di parlemen dimana partai Gerindra, PAN, PPP, PKS, Golkar, dan PBB. Sementara dukungan untuk Jokowi-Jusuf Kalla hanya 39,97% hasil koalisi PDIP, Nasdem, PKB dan Hanura.
Pertama, Perlindungan Hak Azasi Manusia (HAM) secara menyeluruh bisa diukur dari komitmen perlindungan hak-hak perempuan (HAP) dan perlindungan pada Hak-hak Anak (HAN). Ini karena persoalan perlindungan HAP dan HAN ini masuk ke ranah rumah tangga, dimana relasi perempuan dan laki-laki sering diwarnai kekerasan karena sering pihak laki-laki merasa harus menang. Sementara pihak perempuan diajarkan oleh masyarakat untuk tidak melawan meskipun nyawa taruhannya.
Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan yang dilansir oleh KOMNAS Perempuan pada tahun 2013 yaitu 279.760 kasus kekerasan terhadap perempuan (KTP). Jika diambil rata-rata maka setiap hari ada 766 kasus KTP terjadi di Indonesia. Sementara kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak sejumlah 2.792 kasus pada Oktober 2013. 730 kasus diantaranya adalah kekerasan seksual.
Kedua, keberagaman Indonesia itu adalah natural. Mereka sudah ada jauh sebelum sebuah bangsa bernama Indonesia ini dibentuk. Menghilangkan keberagaman itu tidak masuk akal. Tetapi sebaliknya memperkuat keberagaman akan mendorong pada kejayaan Indonesia.
Ironis memang melihat bahwa saat ini di negara yang katanya mencintai perbedaan, masih ada warga negara yang tidak bebas bisa tinggal di kampung halamannya sendiri karena perbedaan keyakinan. Warga Ahmadiyah di Lombok dipaksa pergi dari rumahnya dan terlunta-lunta selama 7 tahun di Asrama Haji Transito Mataram kesulitan akses ekonomi dan sosial.
Semua ini hanya bisa dikendalikan kalau pemimpin nasional patuh dan tunduk pada Konstitusi negara yaitu UUD 1945 dan mau menegakkannya. Karena produk hukum di bawah UUD seringkali bersebrangan dengan semangat UUD dan justru malah menimbulkan diskriminasi dan kekerasan pada penganut agama dan kepercayaan yang minoritas. Pemimpin nasional dalam hal ini Presiden, harus memiliki ketegasan dan kepercayaan bahwa menjaga pluralitas bangsa bagian dari menjaga keIndonesiaan kita.
Masyarakat harus bisa melihat dengan kaca mata yang sehat, bahwa kedua pasangan calon Capres dan Cawapres ini sangat menentukan nasib perempuan Indonesia dan kelompok minoritas di tanah air ini. Kita harus merapatkan barisan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang tidak menggunakan cara-cara kekerasan, mampu mendekatkan diri pada rakyat, sederhana, tegas tapi lemah lembut tutur bahasanya, berpihak pada kemandirian masyarakat, dan tentu saja mampu memperjuangkan hak-hak orang miskin, marginal dan perempuan. Buka hati anda dan dengarkan hati kecil anda. Masyarakat sudah pandai memilih pemimpin yang tepat. ***