Oleh: Dina Triani GA (Writer/FTM Banda Aceh)
Tidak seorang pun manusia dapat menghindari usia tua, sama seperti manusia tidak bisa lari dari maut. Suka tidak suka, mau tidak mau, semua orang pasti menjadi tua, jika Allah SWT mengkaruniai usia yang panjang. Namun usia tua tidak selamanya diiringi dengan sifat yang dewasa karena kedewasaan tidak selalu berhubungan dengan umur. Sering kita temui seseorang yang usianya sudah tua, namun sikapnya masih kekanak-kanakan. Sudah tua masih suka bertengkar di depan umum, sudah tua masih suka pamer, sudah tua masih suka di sanjung-sanjung. Sudah tua masih suka iri, bersaing, banyak mengeluh, lebay dan semacamnya. Sementara ada orang yang masih muda belia, namun dapat menjadi teladan. Bertanggung jawab, selalu bersyukur, teguh pendiriannya, tenang, berwibawa dan mampu menahan perasaan meski disakiti sekalipun.
Ciri yang paling menonjol dari orang yang tidak dewasa adalah egoisme. Egoisme, berasal dari bahasa Yunani yakni ego yang berarti ‘diri’ atau ‘saya’. Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Hal ini berkaitan erat dengan narsisme alias mencintai diri sendiri dan kecenderungan untuk mengungkap tentang dirinya sendiri dengan sombong. Sikap childish adalah sumber dari banyak masalah dalam pergaulan atau kehiduan sosial. Jangan heran jika sering kita temui orang yang sudah pantas disebut tua jadi bahan pembicaraan karena sering ribut dengan tetangga atau rekan kerjanya hanya karena masalah-masalah sepele.
Sahabat, kita memang tidak bisa mengubah dunia, namun kita dapat mengubah sikap kita menjadi dewasa. Caranya? Dengan berlatih untuk mengurangi sifat egois kita. Salah satu bentuk kedewasaan yang utama adalah mau menerima nasehat. Sulit memang, tapi kita tidak akan berhasil tanpa latihan. Jika merasa telah berbuat kesalahan mau diingatkan agar kita menjadi lebih baik dan benar. Tidak berkepala batu dan keras hati apalagi ngotot. Selain itu kita harus memiliki kesadaran dengan apa yang dikatakan, apa yang dilakukan, apa yang terjadi dengan diri kita, apa yang terjadi di sekitar kita, terhadap orang lain, apa masalah yang bisa timbul dan sebagainya. Mungkin seseorang tidak 100% sadar tentang semua hal. Minimal mudah untuk diajak diskusi, dealing, mudah diajak menyelesaikan masalah.
Kedewasaan merupakan proses perkembangan kepribadian. Butuh waktu. Tidak hanya dengan berdandan atau bergaya ala orang dewasa, lalu jadi orang dewasa. Orang yang mau belajar dari pengalaman dan suka intropeksi diri, biasanya proses kedewasaannya semakin berkembang. Memahami dirinya sendiri. Mampu merespon dengan cara yang membuat segala sesuatu menjadi semakin baik, bukan sebaliknya buruk dan kacau. Jangan sampai masalah yang semula biasa-biasa saja jadi luar biasa karena merespon dengan emosi, tidak dengan logika. Akhirnya merambat kemana-mana.
Ciri kedewasaan yang lain adalah mampu menahan diri, mampu meredam dan memenage ego. Orang yang tidak bisa meredam emosi akan uring-uringan kalau menghadapi suatu masalah. Orang yang dewasa bisa menahan hal-hal yang tidak baik dari dirinya agar tidak keluar, sehingga merugikan orang lain maupun dirinya sendiri. Jadi ada baiknya kita belajar menahan diri, menahan segala sesuatu yang sumbernya dari hawa nafsu seperti marah, jengkel, tersinggung, cemas, khawatir, cemburu dan sebagainya. Jika individu sudah memiliki kemampuan itu di dalam dirinya, maka sudah bisa dikatakan bahwa dirinya sudah memiliki kedewasaan.
Orang yang tidak dewasa secara emosional sulit untuk menghadapi emosinya dan seringkali merasa tidak bisa mengubah atau memperbaiki sifatnya. Bisa jadi karena dia tidak pernah belajar untuk menghadapi dan menangani emosi yang sulit. Seseorang yang tidak dewasa secara emosi akan bersikap reaktif, menganggap dirinya korban, bertindak berdasarkan emosi seperti marah yang meledak-ledak, tiba-tiba menangis, menjerit, teriak-teriak, mengamuk dan sebagainya akan menjadi seseorang yang sibuk memikirkan dan melindungi diri sendiri.
Marc dan Angel Chernoff, dua orang penulis buku, blog, pelatih profesional yang menghabiskan waktunya menulis dan mengajar srategi untuk menemukan kebahagiaan, sukses, cinta dan kedamaian mengemukakan bahwa kedewasaan seseorang bukanlah terletak pada usia, tetapi justru pada pada sejauh mana tingkat kematangan emosional yang dimilikinya. Ada beberapa ciri atau karakteriristik kedewasaan seseorang yang sebenarnya dilihat dari kematangan emosional menurut Marc & Angel, yakni:
Pertama, tumbuhnya kesadaran bahwa kematangan bukanlah suatu keadaan, namun merupakan sebuah proses berkelanjutan dan secara terus menerus berupaya melakukan perbaikan dan peningkatan diri. Kedua, memiliki kemampuan mengelola diri dari perasaan cemburu serta iri hati. Ketiga, memiliki kemampuan untuk mendengarkan dan mengevaluasi dari sudut pandang orang lain. Ke empat, memiliki kemampuan memelihara kesabaran dan fleksibilitas dalam kehidupan sehari-hari. Kelima, memiliki kemampuan menerima fakta bahwa seseorang tidak selamanya dapat menjadi pemenang dan mau belajar dari berbagai kesalahan dan kekeliruan atas berbagai hasil yang telah dicapai. Ke enam, Tidak berusaha menganalisis secara berlebihan atas hasil-hasil negatif yang diperoleh, tapi justru dapat memandang sebagai hal yang positif tentang keberadaan dirinya. Ke tujuh, memiliki kemampuan membedakan antara mengambil keputusan rasional dengan dorongan emosionalnya. Ke delapan, memahami bahwa tidak ada kecakapan atau kemampuan tanpa adanya tindakan persiapan. Ke sembilan, memiliki kemampuan mengelola kesabaran dan kemarahan. Ke sepuluh, memiliki kemampuan menampilkan keyakinan diri tanpa menunjukkan sikap arogan/sombong. Ke sebelas, memiliki kemampuan membedakan antara kebutuhan dengan keinginan. Ke dua belas, memiliki kemampuan menjaga perasaan orang lain dalam benaknya dan berusaha membatasi sikap egois. Ke tiga belas, memiliki kemampuan mengatasi setiap tekanan dengan penuh kesabaran. Ke empat belas, berusaha memperoleh rasa memiliki dan bertanggung jawab atas setiap tindakan pribadi.ke lima belas, mampu mengelola ketakutan diri. Ke enam belas, dapat melihat berbagai ‘bayangan abu-abu’ diantara hitam dan putih dalam setiap situasi.ke tujuh belas, memiliki kemampuan menerima umpan balik negatif sebagai alat untuk perbaikan diri. Ke delapan belas, memiliki kesadaran akan ketidakamanan diri dan harga diri. Ke sembilan belas, memiliki kemampuan memisahkan perasaan cinta dan nafsu dan ke dua puluh, memahami bahwa komunikasi adalah kunci kemajuan.
Tua adalah pasti, dewasa adalah pilihan. Secara biologis setiap orang akan beranjak tua dengan berbagai proses biologis yang mengikutinya, kulit mulai keriput, mata mulai rabun, jalan mulai tertatih-tatih, gigi mulai tanggal, rambut mulai memutih dan sebagainya. Inilah proses alamiah yang tidak bisa dihentikan secanggih apapun teknologi sekarang ini. Apakah dengan menjadi tua kita merasa bangga karena pengalaman hidup yang banyak? Apakah menjadi tua kita menjadi sombong karena menjadi orang yang dituakan? Ulama KH. Abdullah Gymnastiar berkata bahwa kita tidak cukup bangga dengan menjadi tua karena itu bukan prestasi. Prestasi itu adalah ketika kita semakin matang dan semakin dewasa*** (Berbagai sumber)