Oleh Rahmida Sari Pagan
Mahasiswi Jurusan Perbankan Syariah, Semester I, FEBI UIN Ar-Raniry, Darusaalam, Banda Aceh
Keluarga. Keluarga adalah tempat kita lahir, tanpa kita bisa bisa memilih. Semua itu adalah takdir yang telah ditentukakan oleh yang Maha Kuasa, dimana semua itu adalah sudah pasti ada hikmahnya. Nah, ketika kamu terlahir dari keluarga yang sederhana, maka tetaplah bersyukur, karena kamu jauh lebih beruntung dari pada mereka yang di luar sana.
Aku terlahir dari keluarga yang sangat sederhana dan kebetulan aku adalah anak tertua dari lima bersaudara. Aku mempunyai satu adik perempuan dan tiga adik laki-laki. Menjadi anak yang paling tua, tentunya pasti menjadi panutan buat adik-adik kita bukan?
Mereka sangat menyayangi diriku, begitu juga dengan aku yang sangat menyayangi mereka.
Ketika aku berumur delapan bulan, ibuku pergi merantau ke negeri tetangga, yaitu ke Malaysia untuk menjadi TKI. Karena hal tersebut, ibuku terpaksa meninggalkan kami, meninggalkan aku dan ayahku di tanah air. Tentu saja, karena faktor ekonomi. Seharusnya masalah ekonomi adalah tanggung jawab ayah ku, tapi keadaan yang mendesak. Terpaksa ibuku harus pergi dan menitipkanku kepada bibiku, yaitu kakak dari ayahku. Sejak dari itu aku tinggal bersama bibiku hingga merawatku seperti anak kandungnya sendiri. Kebetulan bibiku belum mempunyai buah hati. Dari itu, dia sangat menyayangiku.
Walaupun aku tinggal bersama bibiku, tapi ayahku selalu menjengukku. Wajar saja seorang ayah yang selalu merindukan putrinya. Walaupun ibuku tidak ada di tanah air, tapi ayahku sering membawaku ke rumah nenekku, yaitu ibu dari ibuku. Setiap kali kami datang menjenguknya, dia selalu menangis tak karuan, karena sedih melihatku yang masih kecil harus ditinggal seorang ibu dan tinggal bersama orang lain. Sejak kepergian ibuku yang meninggalkan tanah air, nenekku sangat terpukul dan sering sakit-sakitan. Mungkin karena ibuku adalah putri satu-satunya. Wajar saja nenekku begitu terpukul.
Dua tahun kemudian, ibuku kembali ke tanah air. Dengan begitu bahagianya, haru campur tangis. Dengan rasa tidak sabar, ibuku langsung berlari ke rumah bibiku untuk bertemu denganku. Sesampai di rumah bibiku, ibuku langsung memelukku sambil menangis dan berteriak, anakku. Tapi alangkah terkejutnya ibuku mendengar kata-kata dari mulutku, sambil menangis juga, aku berteriak, lepaskan….!!! kamu bukan ibuku…!!! Aku berlari ke arah bibiku dan memanggilnya, ibu…….
Yang aku pikir ibu kandungku. Tapi ibuku tak mau putus asa, dia tak berhenti untuk membujukku supaya kembali ke pelukanya, dan pada akhirnya, aku mencoba mendekatinya dan kembali memeluknya. Tapi walaupun begitu, aku tetap kurang yakin, entah apa yang membuatku tak percaya. Setelah aku masuk SD, entah mengapa aku tidak betah tinggal dengan orang tua ku sendiri. Aku sering tinggal dengan kakek nenekku, yaitu orang tua dari ayahku.
Akhirnya aku tinggal menetap bersama nenek dan kakekku. Entah mengapa mereka begitu menyayangiku dan memanjakanku, sehingga ada di antara sepupu aku yang iri terhadapku, karna tidak suka melihatku di manjakan oleh nenek dan kakekku. Kebetulan aku adalah cucu tertua di antara sepupuku. Jadi, wajar saja kalau rasa sayang mereka lebih terhadapku.
Ketika aku sudah duduk di bangku MTsN (Madrasah Tsanawiyah Negeri), aku masih tinggal bersama kakek dan nenekku. Kakek dan nenekku memang banyak uang, tapi aku tak ingin selalu mengharapkan uang mereka. Ketika aku masih SD kelas lima, aku sudah hobi ke kebun. Ke kebun menanam pisang bersama kakekku. Kebun kakekku yang begitu luas. Jadi, kakekku tak ingin ada tanah yang kosong, maka dari itu kami menanam pisang yang menghasilkan buah.
Lalu, ketika aku duduk di MTsN, pisang itu sudah berbuah dan tak ada satu batang pun yang tak berbuah. Semua pisang yang kami tanam itu adalah pisang mas. Rasanya begitu manis, semanis diriku hehehe…
Ketika pisang itu sudah bisa dipanen, terkadang aku mengajak teman sekelasku yang ikut memanennya. Mereka senang sekali, mereka terharu kepadaku karena kata mereka, aku begitu ahli dalam bidang menanam, memanen, merawat. Itu semua karena ajaran dari kakekku. Bukan mereka saja yang aku bagi ketika aku panen pisang. Terkadang aku membaginya kepada teman-teman yang satu pengajian denganku. Selain itu, aku juga menjualnya di depan rumah kakek nenekku.
Aku terbiasa bangun jam lima subuh, karena aku dan kakek nenekku selalu salat berjamaah. Jadi setelah salat berjamaah, aku mempersiapkan tempat jualanku agar sebelum aku berangkat ke sekolah aku tinggal menyusun pisang jualanku. Pisang yang aku jual tidak begitu banyak sih. Sebenarnya, cuma sekitar lima belas sampai dua puluh sisir pisang. Pisangnya ada yang kecil dan ada yang besar. Kalau yang kecil aku jual tiga ribu per-sisir. Sedangkan yang besar, aku jual lima ribu per-sisir. Dari hasil jualanku lumayan. Aku tidak lagi minta jajan pada kakek nenekku dan orang tuaku.
Dari kecil aku sudah berprestasi, baik dari sekolah maupun dari tempat pengajianku. Aku juga sering mengikuti perlombaan di sekolah dan di tempat pengajianku. Contohnya aku sering mengikuti lomba pidato, salawat, tari dan sebagainya. Alhamdulillah di perlombaan itu aku menang tiga tahun berturut-turut. Kakek dan nenekku begitu bangga kepadaku dan orang tua ku juga tentunya.
Ketika pembagian raport kelas dua MTsN semester ganjil, setiap siswa dan siswi membawa orang tuanya masing-masing. Kemudian, tibalah pembagian raport pada hari itu. Aku melihat semua temanku membawa orang tuanya. Sebagian mereka membawa ayahnya dan banyak juga diantara mereka yang membawa ibunya. Berbeda dengan aku yang membawa kakekku. Aku melihat mereka yang membawa ibunya, mereka begitu akrab dengan ibunya layaknya mereka seperti bersahabat. Aku ingin seperti mereka yang begitu akrab dengan ibunya, tapi aku merasa ibuku tak seperti itu. Aku merasa ibuku membedakanku dengan adik-adikku yang begitu dia sayang. Setiap aku pergi, aku tak pernah merindukan ibuku. Yang aku rindukan hanyalah kakek dan nenekk. Aku tak tahu mengapa aku seperti itu. Aku tak pernah merasakan yang namanya rindu kepada seorang ibu. Apa mungkin ini terjadi karena ibuku pernah meninggalkanku waktu umurku masih delapan bulan. Tapi setidaknya rasa rindu itu ada.
Ketika aku kelas tiga MTsN, nenekku terkena diabetes. Itu membuatku sangat terpukul melihat nenekku sakit-sakitan dan saat itu juga kami mengetahui ayah ku punya istri selain ibuku. Aku sangat kecewa mendengar kabar itu. Begitu tega ayahku melakukan itu semua kepada kami. Aku benci ayah saat itu. Aku benar-benar marah dan kesal mendengar kabar itu dari orang. Aku langsung pergi mencari ayah ku. Kebetulan keluarku juga sedang mencari ayahku. Aku mencarinya di tempat yang sangat jauh dari desa kami. Akhirnya aku menemukan ayahku dan berusaha mengajaknya pulang. Akhirnya aku berhasil membujuknya. Sesampai di rumah, aku bertanya kepada ayahku, ayah… apakah betul ayah mempunyai istri selain ibu? Ayahku hanya terdiam, tak menghiraukan pertanyaanku. Dengan agak keras dan lantang aku bertanya lagi, ayah…..!!! apakah betul ayah mempunyai istri lagi selain ibu? Kenapa ayah tega melakukan itu? Kenapa harus sekarang ayah! Kenapa? Kenapa ayah tidak melakukanya ketika aku masih kecil dulu, ketika aku masih sendiri. Ketika belum mempunyai adik- adik ayah. Apa yang ada di pikiran ayah sehingga ayah tega melakukan itu kepada kami? Jawab ayah, jawab!
Setelah itu aku mulai melihat mata ayahku mulai berkaca-kaca ingin menjatuhkan air mata sambil menjawab pertanyaanku. Maafkan ayah nak, ayah menyesal dengan semua ini. Ayah hilaf dengan semua ini, ayah janji setelah lahir bayi dalam kandungan perempuan itu, ayah akan menceraikanya. Astaghfirullah… apa! Perempuan itu mau melahirkan? Begitu lama sudah ayah menyembunyikan ini dari kami?, tiba-tiba ibuku datang, aku melihat wajah ibuku yang terlihat begitu banyak beban. Sambil meneteskan air mata, ibuku berkata pada ayahku, apakah kesalahanku sebagai istri? Sehingga abang tega melakukan ini terhadapku. Ayahku hanya terdiam membisu. Itu pertama kalinya aku melihat ibuku menjatuhkan air mata.
Dari kejadian itu dua bulan kemudian nenekku ibu dari ayahku meninggal dunia, karna diabetesnya terlalu parah. Aku begitu down dengan kepergian nenekku. Aku tak tahu harus bagaimana, dengan masalah yg melanda keluarga kami dan d tambah dengan musibah.
Dan akhirnya istri kedua ayahku pun telah melahirkan. Dia melahirkan anak laki-laki dan anak itu aku tetap menganggap adik kandung, bukan adik tiri. karena bagaimanapun juga dia satu darah denganku, tapi dengan menghargai ibuku aku tidak pernah membahas tentang adikku yang beda ibu denganku. Sesuai perjanjian, jika anak itu lahir, maka ayahku akan menceraikan istri mudanya dan anak itupun tinggal bersama ibunya.
Walaupun nenekku telah tiada, tapi aku tetap tinggal dengan kakekku, dan akhirnya kakekku nikah lagi. Sebelum kakekku menikah, kakekku ku ingin kalau perempuan yang menjadi istrinya nanti akan sangat menyayangi kami . Bagaimana almarhumah nenekku dulu menyayangi kami, tapi setelah kakekku menikah, nyatanya tidak seperti itu. Nenek tiri ku itu seperti monster yang jahat, dia mengusirku dari rumah, karena dia tak ingin aku tinggal di rumah kakekku. tapi kakekku malah diam saja, dia tak melarang nenek tiriku mengusir kami. Dari itu aku benci kakekku., Dia lebih memilih istri mudanya dari pada kami anak cucunya,
Sejak aku diusir dari rumah kakekku, akhirnya aku tinggal dengan ibuku. Sekian lama tinggal bersama ibuku, akhirnya aku bisa merasakan kasih sayang dari seorang ibu. Aku juga bisa merasakan bagaimana merindukan seorang ibu dan akhirnya aku sekarang menjadi mahasiswa, yang harus kuliah di luar daerah. Jauh dari orang tua, tinggal di rantau orang, aku sangat merindukan ibuku, ayahku dan keluargaku. Aku tinggal boleh pulang dengan tangan yang kosong, saat ini aku merindukan ibuku.
Ibu……. aku merindukanmu, aku ingin memelukmu sekarang.