Oleh: Kasmawati
Penulis berdomisili di Pango Raya, Banda Aceh
Istilah KDRT pada saat ini sangat sering kita dengar dan sangat sering terjadi didalam kehidupan bermasyarakat, bahkan tanpa kita sadari KDRT kini sangat dekat dengan kehidupan kita.Berbagai macam teori telah sering kita dengar dan disosialisasikan dalam hidup bermasyarakat dengan harapan kita dapat bertindak dan menentukan sikap jika kejadian itu terjadi pada pribadi kita masing-masing.Tidak hanya itu, Negara juga telah mengesahkan peraturan dan Undang-undang yang melindungi perempuan dari tindakan kekerasan atau kejahatan yang merendahkan dan merusak kehormatan dan harga diri kaum perempuan. Namun, mengapa KDRT masih terus kerap terjadi?
KekerasanDalam Rumah tangga adalah kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga satu kepada anggota keluarga lainnya.Dalam hal ini, biasanya suami sebagai pelaku kekerasan terhadap istri dan anak-anak.Bahkan seorang ibu terhadap anaknya yang umumnya terjadi akibat pelampiasan kekecewaan terhadap lingkungan dan keadaan.Kekerasan yang dilakukan mencakup kekerasan fisik,psikologis,ekonomi, bahkan kekerasan seksual.Bentuk kekerasan fisik yang kerap terjadi antaralain adalah ditampar,dipukul,dijambak,ditendang,didorong,dilempar dengan barang dan bermacam bentuk perlakuan yang menyakiti tubuh dan fisik korban. kekekerasan psikologis yang dialami korban berkenaan dengan perasaan, harga diri dan kehormatan korban. Perlakuan yang diterima antara lain penghinaan, difitnah, dicemooh, diancam cerai, dipisahkan dari anak-anak, dikekang kebebasan berkreasi dan mengembangkan diri,dilarang bertemu danmengunjungikeluarga dari pihak korban.
Kekerasan ekonomi biasanya adalah membiarkan istri menderita karena dibatasi nafkahnya, bahkan ada yang tidak diberikan serta membiarkan istri terus bekerja, tapi penghasilannya dikuasai oleh suami.Kekerasan seksual yang sering menyakiti kaum perempuan antara lain pemaksaan hubungan yang tidak diinginkan istri karena sedang haid atau sakit, bahkan karena pola hubungan yang tidak pantas dilakukan. Selain itu penyelewengan dan perselingkuhan suami serta memaksa istri menjadi pelacur merupakan bentuk kekerasan seksual yang sangat menyakiti bagi kaum perempuan.
Tapi apa yang akan terjadi jika hal tersebut menimpa diri dan keluarga kita?Sangat sulit untuk berani membela diri. Apalagi mencari pertolongan untuk dapat menyelesaikan masalah baik itu padalingkup keluarga, maupun pada lingkungan sekitar. Dengan melakukan hal tersebut tandanya kita telah membuka aib keluarga dan akan mendapat perlakuan yang lebih dari apa yang telah kita rasakan sebelumnya. Lingkungan sekitar kitapun segan untuk turut membantu karena masalah ini dianggap masalah domestic,rumah tangga yang bisa mempengaruhi hubungan baik antar keluarga. Jika terlalu banyak ikut campur, walaupun hanya menjadi penengah dan tempat curahan hati pihak yang tengah bermasalah.Oleh karena itu KDRT kerap menjadi fenomena gunung es,hanya sedikit kasus yang berani diungkapkan dan muncul kepermukaan.Itupun biasanya jika telah terlalu besar efek yang ditimbulkannya seperti telah adanya korban jiwa. Jika masih dalam taraf menyakiti dan merendahkan harga diri, biasanya hanya dibiarkan begitu saja dan perempuan sebagai korbannya hanya dapat bersikap diam.Budaya diam dalam banyak hal memiliki makna yang positif dan negative. Dalam hal ini, jika perempuan terus diam, masalah tidak akan selesai, bahkan dapat menimbulkan masalah yang baru.Tapi itulah kenyataan yang selama ini terjadi,perempuan akan menutupi KDRT karena takut jika terlalu vocal berbicara akan berimbas pada keutuhan rumah tangga dan kebahagiaan anak-anak. Perempuan memiliki persepsi bahwa jika rumah tangga yang dibina berakhir karena ketidaksabaran kita menghadapi masalah, sehingga apa yang akan terjadi pada diri kita dan anak-anak dimasa depan.Kesalahan suami adalah suatu kekhilafan dan berharap kedepannya suami dapat kembali pada kebenaran dan menyadari kekeliruannya. Tetapi hal ini sangat berbanding terbalik jika suatu saat perempuan yang melakukan kesalahan yang sebenarnya akibat rasa takut untuk berterus terang, karena biasanya akan menjadi pemicu terjadinya kekerasan tersebut.
Kesalahan perempuan seakan-akan menjadi suatu pembenaran kaum yang kuat terus menindas dan semena-mena atas segala yang telah dilakukannya bertahun-tahun selama hidup bersama. Inilah bentuk ketidakberdayan perempuan yang hidupnya sangat bergantung pada suami. Ditambah dengan system patriarki yang berlaku pada masyarakat,peran suami bahkan keluarga pihak suami sangat dominan, sehingga posisi perempuan berada dibawah kekuasaan suami sepenuhnya tanpa bisa mengungkapkan isi hatinya.
Jika kita menilik kembali posisi perempuan di sisi hukum dan agama, posisi perempuan sangat dilindungi dan dijaga keberadaannya,sebagai contoh dalam QS.Annisa ayat 34 yang intinya mengungkapkan bahwa laki-laki itu adalah qawwam (pemimpin,pelindung,penjaga) bagi kaum perempuan. Dalam pasal 34 ayat 1 UU No.1 thn 1974 yang menyebutkan bahwa dengan segenap kemampuannya suami harus mampu melindungi dan memenuhi kebutuhan perempuan.Diharapkan suami mampu menjadi pelindung istri dan anak-anaknya, jika terjadi ancaman bagi keselamatan dan keutuhan rumah tangganya yang bertujuan agar rumah tangga dapat aman dan tenteram.Masih banyak lagi aturan-aturan dan hukum yang memposisikan kaum perempuan, sehingga tinggi derajatnya bukan sebaliknya terus menerus disakiti dengan mencari pembenaran atas apa yang telah dilakukannya. Semoga semua pihak dapat menyadari dan mau menerapkan segala peraturan yang telah ada itu sehingga dapat mewujudkan ketentraman hidup yang pastinya akan menghasilkan generasi yang nantinya juga akan menghargai posisi perempuan dan anti terhadap segala tindak kekerasan baik dalam keluarga maupun lingkungan tempat tinggalnya.