Oleh Iqbal Perdana
Staf di Center for Community Development and Education
Sebuah masalah yang sifatnya sangat pribadi, seperti masalah dalam keluarga, lazimnya tidak akan “bocor” keluar. Oleh karenya, banyak yang justru lari dari masalah dan menganggap semua baik-baik saja. Menganggap masalah itu adalah hal yang “wajar”, tidak perlu dicarikan solusi. Misalnya distorsi hubungan antara orang tua dan anak, kualitas hubungan pasangan suami-istri, perkembangan anak dan lain sebagainya. Masalah-masalah yang muncul dalam keluarga adalah hal yang sangat sensitif, sebagian menyebutnya rahasia. Namun apakah menumpuk masalah tanpa mencoba menemukan jalan keluar adalah pilihan yang tepat?
Agaknya tidak tepat. Lari dari masalah bukan berarti menyelesaikan masalah. Di Aceh, dinamika problematik psikologi yang menjadi akar munculnya kasus-kasus kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, dan wujud-wujud lainnya sudah tampak sejak lalu. Misal kasus suka sesama jenis; gay atau lesbi bukan barang baru di bumi Aceh. Nur Janah Al Sharafi, seorang ibu dengan latar pendidikan psikologi lulusan Universitas Gadjah Mada adalah salah satu orang yang “merekam” jejak psikososial Aceh.
Perempuan asli Jawa yang menikah dengan putra Aceh ini sudah sangat akrab di telinga masyarakat Aceh sejak 1989. Sebab tidak sedikit sumbangsihnya memecahkan masalah-masalah masyarakat Aceh yang tergolong “rahasia” diwujudkan dalam bentuk tulisan. Media. Ia menjadi “pengasuh” tunggal pada kolom Konsultasi Psikologi harian Serambi Indonesia sejak 1989 sampai 2004. Sejak 1989, ia menjadikan tulisan sebagai “imun” bagi “pasiennya” yang berkonsultasi melalui surat, tanya-jawab.
16 November lalu, bertempat di Banda Aceh, Nur Janah mengadakan soft launching sebuah buku yang diberi judul “Blak-Blakan: Our Secret (Kasus Psikologi dari Negeri Syariah)”. Buku itu merupakan napak tilas geliatnya merumuskan solusi permasalahan psikososial masyarakat Aceh sejak 1989. Hadir sahabat-sahabat juga masyarakat yang tersulut rasa ingin tahunya soal kasus-kasus psikologi di negeri syariat.
“Buku ini sangat penting untuk dibaca, dijadikan rujukan rekam jejak psikososial Aceh, Masyrakat Aceh berhak tahu bagaimana perkembangan psikososial Aceh selama ini” ujar Syarifah Rahmatillah Al-Syarief, sahabat karib sekaligus pemberi testimoni untuk buku yang dikerjakan kurang lebih enam tahun itu.
“Saya kenal betul dengan Ibu Nur, ia datang ke kantor Serambi Indonesia dan mendiskusikan soal rubrik Konsultasi Psikologi. Tiga bulan pertama kami ‘gagal’, tidak ada satu surat pun yang masuk ke kantor. Masuk pekan pertama bulan keempat, tiba-tiba 15 surat muncul,” ungkap Yermen Dinamika, redaktur senior Serambi Indonesia yang pada acara itu menjadi moderator, turut menyibak masa lalu Nur Janah.
Acara yang berlangsung selama dua jam itu hangat. Antara peserta dan penulis saling lempar-sambut pendapat. Acara lalu diakhiri dengan penyerahan buku kepada beberapa komunitas sosial. Diantaranya Pidie Mengajar, Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC), Majalah Potret, dan Gerakan Cet Langet.
Buku itu dibagi dalam empat bab yang setiap babnya dijejal kasus-kasus menarik yang lazim muncul dalam masyarakat. Dengan jumlah 293 halaman. Dijadwalkan, buku ini akan tersedia di toko-toko buku pada 16 Desember 2016 mendatang.