Oleh dr. Farah Febriani
Di sebuah sekolah yang terletak di tengah kota Banda Aceh. Plang yang tertera pada lampu merah telah menunjukkan angka 5, ini pertanda sebentar lagi Raudah akan segera sampai pada sebuah sekolah yang dituju. Sudah dua minggu berlalu, Raudah masih tetap bersemangat untuk menjadi volunteer pada sekolah tersebut. Ia yakin, kehadirannya tidak akan sia-sia. Disana tersebar ilmu, pengalaman, arti kesabaran dan tentunya rasa kebersyukuran.
Ia memarkirkan motor hitamnya yang bermerek “Yamaha” diparkiran belakang sekolah tersebut. Kini, di depannya telah berdiri sebuah gedung kokoh berlapiskan cat warna-warni. Di sebelah kanan gedung terdapat beberapa alat permainan yang berupa ayunan, jembatan bergoyang, ban mobil dan kayu pengukur keseimbangan. Sekolah ini terlihat sederhana dan menarik. Terdiri dari tiga ruang belajar, dapur, kamar mandi, ruang kerja serta ruang konsultasi. Ya, situasi seperti ini yang membuat sekolah ini begitu berbeda dengan sekolah biasanya karena di dalamnya juga telah terdapat anak-anak istimewa yang siap untuk menimba ilmu dengan segala prilaku uniknya.
Sebut saja Saushan. Ia adalah seorang anak laki-laki berwajah bulat dan berpostur tinggi. Kulitnya putih, menambah ketampanan sosok laki-laki yang terpancar dari dirinya. Hari ini genap tujuh bulan ia melaksanakan terapi. Selain siswa dapat bersekolah, mereka juga bisa melaksanakan terapi pada pagi dan siang harinya.
“ Ambil apa lagi, Nanny? Tanyanya sambil mencari-cari benda yang akan digunakan selama terapi. “ Ayo, apa lagi?” Raudhah menjawab sambil balik bertanya.
“Ahaaaaa,, poster, meronce, apalagi Nanny?” Tanyanya lagi.
Raudah menjelaskan dengan penuh kesabaran. Menurutnya, Saushan butuh konsentrasi penuh untuk dapat mengingat kembali apa yang seharusnya ia lakukan. Shaushan terdiagnosa “Hiperkatif bagian konsentrasi”. Ia jarang menatap mata lawan berbicara ketika berinteraksi dengannya. Namun, ia adalah sosok yang peka dan perhatian. Sehari saja Raudah tidak masuk, ia pasti akan bertanya,” Nanny Raudah kemana?”
Uniknya mereka. Di satu sisi, mungkin dipandang memiliki kekurangan, namun tidak menurut Raudhah. Ia melihat mereka sebagai sosok yang istimewa, penyejuk mata dan melatih rasa kesabaran dan kebersyukuran bagi kita yang terlahir sempurna.
***
Berbicara tentang ABK, mayoritas kita akan terbersit bahwa ABK adalah Anak Berkebutuhan Khusus. Ya, dari segi bahasa ABK adalah akronim dari anak berkebutuhan khusus. Namun, penulis ingin mengubah pola pikir teman-teman agar menganggap bahwa anak ABK layaknya seperti anak-anak pada umumnya. Mereka sudah pasti memiliki keistimewaan tersendiri. Mengapa? Karena Allah telah berjanji bahwa pada setiap manusia, akan Allah berikan kelebihan dan kekurangan. Lantas mengapa mereka menjadi berbeda? Lingkungan adalah faktor utama yang membentuk “stereotipe” (pelebelan) bahwa anak ABK adalah anak yang tidak sama dari anak lain seusianya. Sayang sekali, jika stigma dan ucapan tersebut (red: idiot, tidak normal, cacat dan ssbagainya) langsung didengar dan diinternalisasikan bagi si anak maupun keluarganya. Mereka mungkin akan memiliki konsep dan harga diri yang rendah.
Lantas, apa tugas kita sebagai manusia yang diberikan kemampuan lebih mendekati taraf sempurna? Hal yang termudah adalah menjauhi perkataan yang menurut kita sepele, namun akan berdampak luar biasa bagi mereka atau keluarga yang memiliki anak ABK. Selanjutnya, jika kita mampu berbuat lebih, maka berusaha untuk peka dan peduli dengan mereka dari hal-hal kecil yang kita bisa, seperti bahasa tubuh yang terkesan tidak mengejek, membantu mereka saat kesulitan akan sesuatu, mengajarkan pada mereka arti kemandirian (meskipun mereka ABK, bukan berarti mereka tidak bisa dilatih, lho!), membantu memperjuangkan hak mereka untuk bisa merasakan bahagia seperti kita (bersekolah, bermain dan sebagainya).
Jika salah satu dari keluarga kita adalah anak ABK, lantas apa yang harus kita lakukan? Tidak menyesali dan terus berusaha, karena setiap hal yang Allah berikan tentunya mengandung hikmah. Penulis paham, bahwa masuk pada tahap ini tidak mudah, tapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya ilmu, kita bisa belajar bagaimana pola asuh efektif dan tips tips yang tepat untuk mengajarkan mereka untuk hidup lebih mandiri lagi dan membantu mereka agar menjadi individu yang berfungsi. Banyak bukan, kisah kisah orang sukses meski mereka memiliki kekurangan di bagian fisik atau psikologisnya?
Contohnya adalah Helen keler, seseorang yang tidak bisa melihat, mendengar dan berbicara, namun menjadi hakim sukses dan juga penulis dalam hidupnya. Hal ini terjadi ketika salah seorang guru menerapkan kedisiplinan tinggi padanya, mengajarkannya berbicara lewat bahasa sentuhan. Albert Einstein, nama ini pasti tidak asing lagi bagi kita, sang penemu teori fisika. Dikeluarkan dari sekolah karena dianggap bodoh, tidak bisa membaca dsb. Lalu, sang ibulah yang menjadi guru baginya hingga ia terdidik menjadi salah seorang pakar dunia. Hebat bukan?
Untuk itu juga, penulis sangat berharap bagi para pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana bagi mereka yang memiliki keistimewaan ini. Sehingga, mereka juga bisa memaknai hidup mereka dan tidak terus bergantung kepada keluarga yang merawatnya. Hal-hal tersebut seperti kendaraan, sarana dan prasarana sekolah yang memadai, para perawat yang mumpuni serta edukasi pada para keluarga sejak dini. Hal ini dilakukan agar tidak kita dengar lagi bahwa ada anak-anak istimewa ini yang dipasungatau dikurung dirumah sendirian karena orang tua dan keluarga malu memiliki mereka atau bahkan mereka dikucilkan dari lingkungan bermain mereka.
Bagi para orang tua, jangan khawatir ya. Mari sama-sama kita bantu para ABK untuk berfungsi bagi hidupnya. Adakalanya gangguan-gangguan tersbut bukanlah sebuah penyakit yang ada obatnya dan bisa disembuhkan. Namun, dengan terapi yang sistematis dan konsisten, insya Allah perilakunya dapat kita bentuk. Keep trying! Yuk bantu Anak Berbalut Keistimewaan ini semampumu!