Berdomisili di Genteng – Banyuwangi, Jawa Timur
Sudah seringkali diberitakan, baik di media elektronik atau media cetak tentang kasus kekerasan atau penganiayaan terhadap anak-anak. Misalnya ketika ada berita tentang seorang anak berumur 7 tahun yang meninggal dunia akibat dihajar oleh bapaknya gara-gara berebut kaos dengan kakaknya. Ada berita tentang penyekapan seorang anak berumur 14 tahun oleh orang tuanya hingga menyebabkan si anak meninggal dunia, hanya gara-gara si anak membolos sekolah dengan alasan ingin bermain ke pantai bersama teman-temannya. Ada juga berita tentang seorang anak yang dibakar oleh ibunya sendiri karena tidak mau menurut keinginan orang tua. Kisah terbaru tentang kekerasan atau penganiayaan yang terjadi pada anak hingga mengakibatkan kematian adalah kasus yang menimpa Engeline, bocah manis berusia 8 tahun, yang harus meregang nyawa di tangan orang tua asuhnya.
Prihatin, itu yang dirasakan saat melihat apa yang telah dilakukan oleh para orang tua seperti kisah yang terjadi di atas. Peristiwa yang terjadi menimpa anak yang mungkin karena luapan emosi dari orang tua yang tinggi dan tidak tertahankan saat melihat sikap anak yang menurutnya tidak patut dilakukan, tanpa melihat dan mendengarkan alasan dari anak tentang apa yang dilakukan oleh anak. Kisah di atas hanya sebagian kecil kisah penyiksaan anak yang diangkat menjadi berita. Tentunya masih banyak kasus serupa yang terjadi menimpa anak dan tidak dipublikasikan. Satu pertanyaan yang timbul atas kasus penganiayaan terhadap anak ini, mengapa orang tua sampai tega melakukan penganiayaan kepada anak?
Anak sebagai bagian dari sebuah keluarga, seyogyanya mendapatkan perlakuan yang baik dari orang tuanya untuk mendapatkan suasana yang nyaman dan tenang dalam kehidupannya. Adalah hak seorang anak untuk mendapatkan kasih sayang dan perlindungan dari orang tuanya, selain hak untuk mendapatkan perawatan saat menderita sakit atau hak untuk didengarkan pendapatnya. Bukan sebaliknya, saat terjadi seorang anak lebih banyak dibentak atau dimarahi ketika apa yang dilakukan atau diucapkan dianggap tidak patuh atau melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh orang tua. Sangat diperlukan sebuah pemahaman dari orang tua terhadap anak tentang perbuatan dan tutur kata anak seiring pertumbuhan dan perkembangan anak baik secara fisik atau kejiwaannya.
Seringkali terjadi sikap arogan orang tua terhadap anak dalam pola pengasuhan yang dijalankan. Anak dituntut untuk mematuhi dan menaati semua ketentuan yang telah dibuat oleh orang tua. Saat anak sedikit saja melakukan kesalahan yang tanpa disadari atau sadar dilakukan dengan alasan yang dimiliki anak, orang tua sangat sulit untuk bisa memaklumi dan memaafkan kesalahan anak. Sebagai akibatnya akan timbul bentuk hukuman dari orang tua yang dijatuhkan kepada anak dan fatalnya hukuman itu kebanyakan berupa penyiksaan fisik terhadap anak seperti menjewer telinga anak, mencubit bagian tubuh anak juga memukul bagian tubuh anak dengan emosi yang menguasai diri. Apa yang dilakukan tersebut dengan harapan agar anak merasa jera dan tidak mengulangi kesalahan yang dilakukannya.
Sebenarnya mengingatkan kesalahan anak atau menghukum anak tidak harus dengan melakukan penyiksaan kepada anak. Jangankan melakukan penyiksaan, membentak kepada anak pun sebenarnya sangat disarankan untuk tidak dilakukan, karena akan membuat anak merasa takut dan lambat laun akan membuat anak menjadi trauma. Sehingga sangat membahayakan bagi perkembangan jiwa anak. Mungkin lebih baik untuk memberitahu anak dan memberikan pengertian tentang kesalahan yang telah dilakukannya. Tentu tidak cukup sampai di situ, tetapi sebaliknya juga memberi kesempatan anak untuk mengemukakan alasan atau pendapatnya atas apa yang telah dilakukan yang menurut orang tua itu merupakan sebuah kesalahan. Tidak hanya mendoktrin anak untuk selalu menurut kepada orang tua, tetapi juga melihat apa yang telah terjadi menimpa anak dan belajar memahami perilaku serta tutur kata anak.
Kasus-kasus sepele yang terjadi menimpa anak seperti sulit untuk belajar, tidak mau mengerjakan apa yang diperintahkan oleh orang tua, sering bertengkar dengan saudara dan teman, atau terlibat pergaulan yang kurang baik di luar rumah sebenarnya tidak perlu diselesaikan dengan melakukan tindakan kekerasan fisik kepada anak. Hal itu tidak akan secara cepat menghentikan kelakuan anak atau membuat jera, tetapi akan membuat anak tersiksa batin dan raganya. Dalam jangka waktu tertentu anak akan trauma karena merasakan jiwa yang tersiksa dan merasakan kesakitan karena mengalami penyiksaan fisik. Bahkan dalam kasus tertentu karena emosi orang tua yang berlebihan saat melakukan penyiksaan kepada anak akan mengakibatkan kematian anak. Akhirnya hanya penyesalan yang tersisa dan tiada guna dari orang tua karena anak telah pergi untuk selama-lamanya akibat kebrutalan emosi yang telah dilakukan orang tua kepada anak, seperti kisah yang telah disampaikan di atas.
Lebih arif untuk melakukan pendekatan yang baik kepada anak saat menegur atas apa yang telah dilakukannya yang menurut orang tua merupakan sebuah kesalahan. Menanyakan kepada anak, mengapa ia melakukan kesalahan dan belajar untuk sabar mendengarkan alasan yang disampaikan anak. Kalau masalah sudah jelas, perlahan menasehatinya dengan penuh kasih sayang. Keributan atau kesalahan yang dilakukan anak tidak harus ditegur dengan melakukan tindakan kekerasan kepada anak. Dibutuhkan pengertian dan pemahaman yang tinggi akan keberadaan seorang anak serta pelimpahan kasih sayang yang tulus dari orang tua dalam mengasuh, merawat dan membimbing anak. Tidak kalah pentingnya juga adalah sikap orang tua untuk selalu menjaga komunikasi yang baik dengan anak. Sehingga kehidupan akan berjalan tenang dan tercipta hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak.